The latest production from Mulawali Institute, The Voices After Cak!, is a dance-theatre performance rooted in the practice of kecak as a creative method to explore social change and intergenerational ties within Balinese communities. How do those born in the ’90s and beyond view history and the future? How kecak are Bali and ourselves today? The performance is part of the Mulawali Institute’s artistic research project Decolonial Expo & Bali, guided by the themes of intracolonial, spectacularity, and microscopic. Drawing from the bodily practice of kecak, which originally accompanied the Sanghyang ritual in several Balinese villages, the performance reflects on how kecak has evolved into a tourism spectacle, dancers chanting Cak! Cak! Cak! before crowds. Instead of reinforcing binary oppositions, The Voices After Cak! reimagines kecak as a dialogic method between dancers. Often seen as a nameless crowd, the performers are reframed as both individuals and a collective, visible yet unseen, citizens whose trembling bodies and fierce voices challenge how we define self and others.
Produksi terbaru dari Mulawali Institute, The Voices After Cak!, adalah pertunjukan teater-tari yang berakar pada praktik kecak sebagai metode kreatif untuk mengeksplorasi perubahan sosial dan ikatan antargenerasi dalam masyarakat Bali. Bagaimana pandangan mereka yang lahir di era ’90-an dan setelahnya tentang sejarah dan masa depan? Seberapa kecak-kah Bali dan diri kita saat ini? Pertunjukan ini merupakan bagian dari proyek penelitian artistik Mulawali Institute Decolonial Expo & Bali, yang dipandu oleh tema-tema intrakolonial, spektakularitas, dan mikroskopik. Berangkat dari praktik tubuh kecak, yang awalnya mengiringi ritual Sanghyang di beberapa desa di Bali, pertunjukan ini merefleksikan bagaimana kecak telah berkembang menjadi tontonan wisata—para penari yang menyerukan Cak! Cak! Cak! di hadapan kerumunan. Alih-alih memperkuat oposisi biner, The Voices After Cak! membayangkan kembali kecak sebagai metode dialogis antar penari. Para pemain yang sering dilihat sebagai kerumunan tanpa nama, kini dibingkai ulang sebagai individu sekaligus kolektif, terlihat namun tak terlihat, warga yang tubuh gemetar dan suara lantangnya menantang cara kita mendefinisikan diri dan orang lain.
Wrap up your festival weekend with a night full of bold beats, powerful performances, and unforgettable vibes! Start the evening with smooth selections from DJ Gilang of Tektonik Records, then …